Hari ini saya ingin mengajak kita menelusuri sebuah ungkapan yang sangat populer: time will heal, waktu akan menyembuhkan.
Kita sering mendengar ungkapan ini ketika seseorang
sedang berduka, patah hati, atau mengalami peristiwa berat dalam hidupnya.
Seakan-akan waktu adalah obat mujarab yang bisa menghapus rasa sakit begitu
saja. Tapi, benarkah demikian?
Mari kita lihat lebih dekat. Waktu sebagai “obat
alami”
Dalam hidup, memang ada kebenaran bahwa waktu bisa
mengurangi rasa sakit. Saat kita kehilangan seseorang yang kita cintai, awalnya
luka itu sangat dalam. Bahkan mungkin kita merasa tidak sanggup menjalani hari
tanpa kehadirannya. Tapi seiring berjalannya waktu, perasaan itu mulai berubah.
Luka yang tadinya begitu tajam, pelan-pelan menjadi lebih tumpul. Kita mulai
terbiasa dengan ritme hidup baru, dengan kenyataan bahwa ada yang sudah tidak
lagi sama.
Mengapa ini bisa terjadi? Karena manusia punya
mekanisme adaptasi yang luar biasa. Pikiran dan hati kita tidak statis. Ia
bergerak, ia mencari keseimbangan, dan waktu memberi ruang bagi kita untuk
beradaptasi.
Namun, apakah waktu saja cukup?
Ada kalanya waktu berjalan, tapi luka tetap ada.
Misalnya trauma masa kecil, atau pengalaman pengkhianatan yang mendalam.
Bertahun-tahun bisa berlalu, tetapi rasa sakit itu masih terasa seolah-olah
baru terjadi kemarin. Bahkan, tanpa disadari, luka itu muncul kembali dalam
bentuk kemarahan, ketakutan, atau hubungan yang sulit dengan orang lain.
Artinya, waktu tidak otomatis menyembuhkan. Waktu
hanya memberi kita kesempatan. Tapi apakah kesempatan itu kita gunakan atau
tidak, itu urusannya lain. Maka perlu adanya kombinasi yaitu waktu dan usaha
sadar
Di sinilah letak pentingnya usaha. Waktu akan menjadi
penyembuh hanya jika kita aktif menggunakannya. Caranya bisa beragam.
Ada orang yang menemukan kesembuhan lewat bercerita, kepada
sahabat, keluarga, atau bahkan seorang terapis. Ada yang memilih menuliskannya
dalam jurnal, sehingga pelan-pelan luka itu punya “rumah” di atas kertas, bukan
hanya di dalam hati. Ada juga yang menemukannya dalam doa, meditasi, atau
ritual spiritual yang memberi makna baru pada penderitaan.
Dengan begitu, waktu bukan hanya berlalu, tapi juga
terisi dengan proses penyembuhan. Kita belajar menerima, kita belajar berdamai,
dan akhirnya kita bisa melangkah ke depan tanpa terus-menerus terseret oleh
masa lalu.
Jadi, time will heal memang ada benarnya. Waktu bisa menolong kita, karena ia membuat jarak antara kita dengan rasa sakit. Tapi ingat, waktu hanyalah bagian dari proses. Yang benar-benar menyembuhkan adalah bagaimana kita mengisi waktu itu: dengan usaha, dengan keberanian, dan dengan pilihan untuk merawat diri kita sendiri.
Kalau kamu sedang berada di masa yang sulit,
percayalah: waktu berpihak padamu. Tapi jangan hanya menunggu. Berikan dirimu
kesempatan untuk tumbuh, untuk belajar, dan untuk sembuh. Karena pada akhirnya,
bukan hanya waktu yang menyembuhkan, tapi juga keputusan kita untuk tidak terus
tinggal di luka yang sama.Semoga refleksi ini bermanfaat, dan jangan lupa,
setiap orang punya cara unik untuk sembuh. Yang penting, jangan berhenti
berjalan.

Tidak ada komentar: