Institusi keagamaan seharusnya menjadi tempat peleburan status, namun seringkali justru menjadi panggung bagi pameran kekayaan. Lebih dari satu abad yang lalu, sosiolog Thorstein Veblen—kritikus tajam kapitalisme Amerika—telah meramalkan bahaya ini.
Artikel ini akan mengupas tuntas pandangan Veblen dan menawarkan solusi bagaimana gereja Kristen dapat mencairkan, bukan memperdalam, jurang perbedaan kelas.
Mengenal Veblen: Mengapa Kita Bicara tentang Ekonomi di Gereja?
Thorstein Veblen (1857–1929) adalah seorang ekonom dan sosiolog Amerika yang terkenal melalui buku monumentalnya, The Theory of the Leisure Class (1899).
Inti kritik Veblen adalah:
* Kelas Waktu Luang (Leisure Class): Kelompok elit yang kekayaannya tidak dihasilkan dari kerja produktif, melainkan dari kepemilikan dan kekuatan finansial.
* Konsumsi Mencolok (Conspicuous Consumption): Pembelian barang dan jasa mahal yang tujuannya utama adalah memamerkan kekayaan dan status kepada publik, bukan karena kebutuhan fungsional.
* Waktu Luang Mencolok (Conspicuous Leisure): Menghabiskan waktu untuk kegiatan non-produktif yang memakan waktu dan biaya, seperti ritual keagamaan yang rumit atau hobi mahal, untuk menunjukkan bahwa seseorang mampu "membuang-buang" waktu kerjanya.
Veblen melihat agama sebagai salah satu institusi sosial yang dimanfaatkan oleh Leisure Class untuk mempraktikkan Waktu Luang Mencolok—sebuah fenomena yang hari ini kita sebut "Kesalehan Mencolok."
1. Tantangan Arsitektur: Menolak Godaan "Gereja Veblenian"
Gereja-gereja yang mengeluarkan dana besar untuk bangunan megah, dekorasi mewah, atau teknologi audio-visual mahal, seringkali tanpa disadari menjadi "Properti Veblenian." Kemegahan ini berfungsi sebagai Pengeluaran Mencolok yang hanya menegaskan kemampuan finansial para donatur utamanya, bukan kebutuhan spiritual.
Tindakan Korektif untuk Kepemimpinan Gereja:
* Prioritas Pelayanan vs. Fasilitas: Alokasikan anggaran secara sengaja untuk program sosial dan misi (membantu tunawisma, pendidikan gratis, beasiswa) daripada kemewahan fisik. Fokus pada dampak, bukan tampilan.
* Kemitraan yang Inklusif: Gereja yang kaya harus membangun kemitraan permanen dengan gereja di komunitas berpenghasilan rendah. Ini adalah solidaritas, bukan sedekah. Tujuannya adalah pertukaran sumber daya yang setara (misalnya, gereja kaya memberi sumber daya, gereja miskin memberi perspektif dan semangat komunitas).
2. Mendemokratisasi Pelayanan: Waspada Waktu Luang Mencolok
Dalam banyak gereja, kepengurusan dan posisi bergengsi (seperti ketua yayasan amal atau dewan gereja) didominasi oleh anggota elit. Posisi ini menuntut banyak waktu luang dan keahlian formal, secara implisit menyingkirkan kelas pekerja yang terikat oleh jam kerja yang ketat.
Langkah Kunci untuk Mencairkan Kelas:
* Diversifikasi Kepemimpinan: Gereja harus menerapkan kebijakan yang memastikan perwakilan dari Kelas Pekerja dan Kelas Menengah dimasukkan dalam pengambilan keputusan. Perspektif mereka sangat penting untuk memastikan relevansi pelayanan.
* Menghargai Semua Kontribusi: Ubah metrik nilai gereja. Secara eksplisit hargai tenaga, keahlian teknis, dan waktu yang disumbangkan oleh Kelas Pekerja setara dengan sumbangan finansial. Pengakuan publik dan kehormatan harus didasarkan pada pelayanan, bukan kekayaan.
3. Melawan Teologi Kemakmuran dan Legitimasi Kekayaan
Teologi yang menghubungkan kekayaan materi dengan keberkatan ilahi adalah legitimasi Veblenian paling berbahaya. Ini membenarkan perbedaan kelas secara spiritual.
Membangun Etika yang Adil:
* Fokus Ulang Teologis: Pengkhotbah harus secara konsisten menekankan tanggung jawab sosial dan kritik biblis terhadap bahaya kekayaan dan ketidakadilan. Ini menantang kenyamanan Leisure Class.
* Amal sebagai Solusi, Bukan Status: Alih-alih mengumumkan sumbangan besar (yang meningkatkan status donatur), gereja harus menekankan kerahasiaan dalam memberi dan mempromosikan pelayanan langsung yang melibatkan semua kelas. Amal harus menjadi solusi sosial, bukan alat Conspicuous Consumption.
4. Membangun "Kesederhanaan Mencolok"
Untuk mengatasi kritik Veblen, gereja harus secara aktif mengadopsi nilai tandingan.
Kesederhanaan Mencolok berarti secara sengaja memilih kesederhanaan, efisiensi, dan solidaritas dengan yang lemah sebagai penanda moral dan spiritual, alih-alih kemewahan.
* Contoh: Gereja dapat memilih untuk menggunakan dana surplus untuk mendirikan bank makanan atau klinik kesehatan gratis, bukannya membeli organ baru yang mahal.
Kesimpulan
Kritik Veblen adalah panggilan untuk introspeksi. Gereja sejati adalah gereja yang tidak hanya menerima kehadiran semua kelas tetapi juga secara struktural dan teologis menolak sistem nilai yang menilai manusia berdasarkan kekayaan atau kemampuan mereka untuk memamerkannya.
Gereja akan berhasil mencairkan batas kelas hanya jika ia mampu memenangkan pertarungan melawan nilai-nilai moneter (Veblenian) di dalam temboknya sendiri.
Reviewed by Admin Brinovmarinav
on
07.45
Rating:

Tidak ada komentar: