<!-- SEO Blogger Start --> <meta content='text/html; charset=UTF-8' http-equiv='Content-Type'/> <meta content='blogger' name='generator'/> <link href='https://www.makkellar.com/favicon.ico' rel='icon' type='image/x-icon'/> <link href='https://www.makkellar.com/2025/06/self-criticism-di-dunia-kerja-sahabat.html' rel='canonical'/> <link rel="alternate" type="application/atom+xml" title="Menjadi Perantara Menuju Jalan Sejahtera - Atom" href="https://www.makkellar.com/feeds/posts/default" /> <link rel="alternate" type="application/rss+xml" title="Menjadi Perantara Menuju Jalan Sejahtera - RSS" href="https://www.makkellar.com/feeds/posts/default?alt=rss" /> <link rel="service.post" type="application/atom+xml" title="Menjadi Perantara Menuju Jalan Sejahtera - Atom" href="https://www.blogger.com/feeds/2646944499045113697/posts/default" /> <link rel="alternate" type="application/atom+xml" title="Menjadi Perantara Menuju Jalan Sejahtera - Atom" href="https://www.makkellar.com/feeds/5471086578603484911/comments/default" /> <!--Can't find substitution for tag [blog.ieCssRetrofitLinks]--> <link href='https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhME6Rho9NWKV1bHtEcfrVMgf3h4rPMKY1MVYeCK0oaxs2bs7vutYGKMMCZKTiTkskDchcjjkT5UBv1m2O228-9LhvIEh7o60_yCF29mz3wUfkQ-KrzrGU6l8gNPEUt8ww8gyzll0C6Th8sLW1OoKPJAl-lDUPqaCGlkcMaUsfisUBg-SSy7XvrbrFkxvA/s320/Kantor.jpg' rel='image_src'/> <meta content=' Pelajari cara mengelola self-criticism di dunia kerja agar menjadi alat evaluasi, bukan sumber kehancuran kepercayaan diri.' name='description'/> <meta content='https://www.makkellar.com/2025/06/self-criticism-di-dunia-kerja-sahabat.html' property='og:url'/> <meta content='Self-Criticism di Dunia Kerja: Sahabat Evaluasi atau Musuh Performa?' property='og:title'/> <meta content=' Pelajari cara mengelola self-criticism di dunia kerja agar menjadi alat evaluasi, bukan sumber kehancuran kepercayaan diri.' property='og:description'/> <meta content='https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhME6Rho9NWKV1bHtEcfrVMgf3h4rPMKY1MVYeCK0oaxs2bs7vutYGKMMCZKTiTkskDchcjjkT5UBv1m2O228-9LhvIEh7o60_yCF29mz3wUfkQ-KrzrGU6l8gNPEUt8ww8gyzll0C6Th8sLW1OoKPJAl-lDUPqaCGlkcMaUsfisUBg-SSy7XvrbrFkxvA/w1200-h630-p-k-no-nu/Kantor.jpg' property='og:image'/> <!-- Title --> <title> Bukan makelar tapi Menjadi peranta untuk kebaikan bersama Self-Criticism di Dunia Kerja: Sahabat Evaluasi atau Musuh Performa? - Menjadi Perantara Menuju Jalan Sejahtera Self-Criticism di Dunia Kerja: Sahabat Evaluasi atau Musuh Performa? - Menjadi Perantara Menuju Jalan Sejahtera

Self-Criticism di Dunia Kerja: Sahabat Evaluasi atau Musuh Performa?


Di dunia kerja yang serba cepat, banyak orang terjebak dalam kebiasaan self-criticism: menilai diri secara keras atas kesalahan atau kekurangan. Sebagian orang berpikir ini normal, bahkan dianggap tanda profesionalisme. Padahal, self-criticism yang tidak sehat bisa menghancurkan performa, relasi kerja, dan kesehatan mental.

Apa Bahayanya Self-Criticism di Dunia Kerja?

Self-criticism yang berlebihan dapat: ❌ Membuat kita terus merasa tidak cukup baik meski sudah bekerja keras.

❌ Menyebabkan kecemasan berlebih, sulit tidur, dan burnout.

❌ Memicu rasa takut mengambil inisiatif karena khawatir salah.

❌ Menurunkan produktivitas dan kreativitas karena hanya fokus pada kesalahan.

❌ Merusak hubungan dengan rekan kerja akibat sensitivitas berlebihan terhadap kritik eksternal.

Self-Criticism Sehat: Justru Penting untuk Perbaikan

Tidak semua self-criticism buruk. Dalam batas wajar, self-criticism membantu kita: ✅ Mengevaluasi kesalahan agar tidak terulang.

✅ Memperbaiki skill kerja.

✅ Menjadi lebih teliti dan profesional.

Contohnya:

🔎 “Laporan saya banyak typo, saya akan cek ulang lebih teliti ke depan.”

Bukan:

❌ “Saya ceroboh, saya pasti tidak bisa di posisi ini.”

Bagaimana Membedakan Self-Criticism yang Sehat dan Tidak?

Sehat jika:

✔ Fokus pada perilaku, bukan menyerang harga diri.

✔ Disertai langkah perbaikan nyata.

✔ Tidak membuatmu takut mencoba lagi.

✔ Tidak memakan waktu berlebihan untuk menyesali kesalahan.

Tidak sehat jika:

✖ Mengeneralisasi kesalahan: “Saya gagal sekali, berarti saya payah selamanya.”

✖ Membuatmu menarik diri dari tanggung jawab.

✖ Merusak rasa percaya diri hingga mengganggu kesehatan mental.

Solusi: Cara Mengelola Self-Criticism di Dunia Kerja

🟢 Sadari Pola Pikir Negatif

Tuliskan pikiran yang muncul setelah kesalahan. Apakah faktual atau hanya asumsi?

🟢 Gunakan Kritik untuk Tindakan

Alihkan fokus ke solusi: “Apa langkah yang bisa saya ambil agar lebih baik?”

🟢 Berlatih Self-Compassion

Ingatkan diri sendiri: kesalahan adalah bagian dari proses belajar. Tidak ada orang yang selalu sempurna.

🟢 Minta Umpan Balik yang Objektif

Diskusikan dengan atasan atau mentor: “Apa saja yang bisa saya tingkatkan?” Ini lebih sehat daripada hanya menghakimi diri sendiri.

🟢 Rayakan Keberhasilan Kecil

Jangan hanya fokus pada kesalahan. Catat hal-hal yang sudah kamu lakukan dengan baik. Ini penting untuk menjaga keseimbangan mental.

Penutup

Self-criticism di dunia kerja bisa menjadi sahabat evaluasi diri yang mendukung perbaikan atau musuh performa yang menghancurkan kepercayaan diri. Kuncinya adalah mengelola kritik pada diri sendiri secara adil dan proporsional, agar kamu bisa berkembang tanpa kehilangan semangat dan kesehatan mental.

Jangan biarkan kesalahan kecil menutup semua kemampuan besarmu.

Self-Criticism di Dunia Kerja: Sahabat Evaluasi atau Musuh Performa? Self-Criticism di Dunia Kerja: Sahabat Evaluasi atau Musuh Performa? Reviewed by Admin Brinovmarinav on 12.30 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.