<!-- SEO Blogger Start --> <meta content='text/html; charset=UTF-8' http-equiv='Content-Type'/> <meta content='blogger' name='generator'/> <link href='https://www.makkellar.com/favicon.ico' rel='icon' type='image/x-icon'/> <link href='https://www.makkellar.com/2025/10/mengapa-satu-kesalahan-bisa-menghapus.html' rel='canonical'/> <link rel="alternate" type="application/atom+xml" title="Menjadi Perantara Menuju Jalan Sejahtera - Atom" href="https://www.makkellar.com/feeds/posts/default" /> <link rel="alternate" type="application/rss+xml" title="Menjadi Perantara Menuju Jalan Sejahtera - RSS" href="https://www.makkellar.com/feeds/posts/default?alt=rss" /> <link rel="service.post" type="application/atom+xml" title="Menjadi Perantara Menuju Jalan Sejahtera - Atom" href="https://www.blogger.com/feeds/2646944499045113697/posts/default" /> <link rel="alternate" type="application/atom+xml" title="Menjadi Perantara Menuju Jalan Sejahtera - Atom" href="https://www.makkellar.com/feeds/8523540559523120483/comments/default" /> <!--Can't find substitution for tag [blog.ieCssRetrofitLinks]--> <link href='https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgT7haWR1Y1r-DzmTrbpBNEC_B54fePVW1P08HUG4lPoJ0u5ylIAmb0T6unPHIVB40xcuS4_Wx3EfD7hC7VTC-zEQKw19iWFwYJfLddXq_AxsTLfqHoiLEV1eXtqkyXEhPq-K7l4Bs0M7nBnH5S4Y-2S3mRndexfHmB9rjatcnpeamOzRjiDRWmgWJPhLY/w270-h201/Adil%20Menilai%20Orang%20Lain.jpg' rel='image_src'/> <meta content='Fenomena manusia lebih mengingat keburukan daripada kebaikan disebut negativity bias. Artikel ini mengajak kita memahami alasan psikologisnya' name='description'/> <meta content='https://www.makkellar.com/2025/10/mengapa-satu-kesalahan-bisa-menghapus.html' property='og:url'/> <meta content='Mengapa Satu Kesalahan Bisa Menghapus Seribu Kebaikan? Belajar Bersikap Adil Menilai Sesama' property='og:title'/> <meta content='Fenomena manusia lebih mengingat keburukan daripada kebaikan disebut negativity bias. Artikel ini mengajak kita memahami alasan psikologisnya' property='og:description'/> <meta content='https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgT7haWR1Y1r-DzmTrbpBNEC_B54fePVW1P08HUG4lPoJ0u5ylIAmb0T6unPHIVB40xcuS4_Wx3EfD7hC7VTC-zEQKw19iWFwYJfLddXq_AxsTLfqHoiLEV1eXtqkyXEhPq-K7l4Bs0M7nBnH5S4Y-2S3mRndexfHmB9rjatcnpeamOzRjiDRWmgWJPhLY/w1200-h630-p-k-no-nu/Adil%20Menilai%20Orang%20Lain.jpg' property='og:image'/> <!-- Title --> <title> Bukan makelar tapi Menjadi peranta untuk kebaikan bersama Mengapa Satu Kesalahan Bisa Menghapus Seribu Kebaikan? Belajar Bersikap Adil Menilai Sesama - Menjadi Perantara Menuju Jalan Sejahtera Mengapa Satu Kesalahan Bisa Menghapus Seribu Kebaikan? Belajar Bersikap Adil Menilai Sesama - Menjadi Perantara Menuju Jalan Sejahtera

Mengapa Satu Kesalahan Bisa Menghapus Seribu Kebaikan? Belajar Bersikap Adil Menilai Sesama


Pernahkah kita mengalami situasi di mana seseorang yang selama ini dikenal baik, tiba-tiba melakukan satu kesalahan, dan seketika semua kebaikannya seolah sirna dari ingatan kita? Pepatah lama dalam bahasa Indonesia menyebut, “Panas setahun terhapus oleh hujan sehari.”

Ungkapan ini menggambarkan betapa kuatnya pengaruh satu perbuatan buruk dibanding banyak perbuatan baik yang sudah dilakukan sebelumnya. Namun, mengapa manusia cenderung berpikir demikian?

Apakah ini bagian dari sifat alami manusia, atau ada alasan yang lebih dalam di baliknya?

1. Negativity Bias: Warisan Alamiah dari Otak Manusia

Dalam psikologi, fenomena ini dikenal dengan istilah negativity bias, kecenderungan otak manusia untuk lebih memperhatikan hal-hal negatif dibandingkan hal-hal positif.

Penelitian oleh Paul Rozin dan Edward Royzman (2001) menunjukkan bahwa sejak zaman purba, manusia harus lebih peka terhadap bahaya agar bisa bertahan hidup. Itulah sebabnya, pikiran kita secara otomatis menyimpan hal negatif lebih lama dan lebih dalam.

Ketika seseorang berbuat baik berkali-kali, otak kita menganggapnya “normal”. Tapi ketika ia sekali saja berbuat salah, otak kita menandainya sebagai ancaman, sesuatu yang perlu diwaspadai. Maka, keburukan itu terasa lebih besar dari sebenarnya.

2. Dari Sisi Sosial dan Moral: Kepercayaan Itu Rapuh

Dalam kehidupan sosial, kepercayaan adalah pondasi hubungan antarmanusia.

Sekali kepercayaan itu retak, ia sulit diperbaiki. Karena itu, masyarakat sering lebih menyoroti kesalahan daripada kebaikan. Seorang teman yang berbohong sekali bisa dianggap “tidak bisa dipercaya”, meski selama ini ia tulus dan setia.

Seorang pemimpin yang salah langkah sekali bisa kehilangan reputasi yang dibangun bertahun-tahun.

Namun, di titik ini kita perlu mengingat: keterkejutan moral yang kita rasakan bukan alasan untuk meniadakan seluruh nilai kebaikan seseorang. Kesalahan memang bisa melukai, tapi tidak seharusnya membatalkan seluruh nilai kemanusiaannya.

3. Perspektif Bahasa dan Budaya: Ketimpangan Makna

Ungkapan “panas setahun terhapus oleh hujan sehari” memperlihatkan pola pikir evaluatif manusia: keburukan lebih “berat” nilainya dibanding kebaikan.

Dalam banyak bahasa dan budaya, kata-kata yang bernuansa negatif sering lebih tajam dan mudah diingat. Ini menandakan bahwa secara emosional, manusia cenderung lebih mudah tersentuh oleh hal-hal yang melukai daripada yang menenangkan.

Namun, budaya yang matang justru mengajarkan keseimbangan: melihat kesalahan sebagai bagian dari perjalanan manusia, bukan akhir dari segalanya.

4. Filsafat Moral: Kesalahan Tidak Meniadakan Kebaikan

Filsuf Aristoteles mengajarkan bahwa kebajikan bukanlah perbuatan sesaat, melainkan kebiasaan yang dibentuk terus-menerus.

Artinya, satu kesalahan tidak otomatis membuat seseorang menjadi jahat, sama seperti satu tindakan baik tidak serta-merta menjadikan seseorang suci. Kita semua adalah makhluk yang sedang tumbuh. Kesalahan bukan akhir, melainkan bagian dari proses pembelajaran moral.

Di sinilah kita belajar bersikap adil, bukan hanya terhadap orang lain, tapi juga terhadap diri sendiri.

5. Belajar Bersikap Adil: Karena Tak Ada yang Sempurna

Sering kali kita lupa bahwa setiap manusia bisa khilaf. Menilai seseorang hanya dari satu kesalahan berarti menolak melihat seluruh perjuangan hidupnya.

Sikap adil berarti memberi ruang bagi pertobatan, perubahan, dan pertumbuhan. Orang yang pernah jatuh bukan berarti tak bisa bangkit; orang yang pernah salah bukan berarti kehilangan seluruh nilainya.

Kita pun tentu berharap diperlakukan demikian, tidak dihakimi karena satu kegagalan, tetapi dihargai karena masih mau berbenah. Maka benar kata pepatah modern: “Nobody’s perfect, but everyone deserves a chance to grow.”

Ketika kita belajar melihat orang lain secara lebih utuh, kita sesungguhnya sedang belajar menjadi manusia yang lebih bijaksana dan berbelas kasih.

Penutup: Membalik Pepatah Lama

Pepatah “Panas setahun terhapus oleh hujan sehari” bisa kita balik menjadi pengingat positif: Jangan biarkan satu hujan menghapus seluruh musim panas dalam diri seseorang.

Karena setelah hujan, bumi justru menjadi lebih segar, begitu pula manusia setelah kesalahannya. Kita semua sedang berproses, dan keadilan sejati adalah ketika kita mampu melihat bukan hanya kejatuhan seseorang, tetapi juga keberaniannya untuk bangkit.

Mengapa Satu Kesalahan Bisa Menghapus Seribu Kebaikan? Belajar Bersikap Adil Menilai Sesama Mengapa Satu Kesalahan Bisa Menghapus Seribu Kebaikan? Belajar Bersikap Adil Menilai Sesama Reviewed by Admin Brinovmarinav on 19.38 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.