1. Pleasure dan Happiness: Dua Kata yang Sering Tertukar
Kita hidup di era di mana segala sesuatu bisa memberi kesenangan instan. Makanan lezat, notifikasi media sosial, belanja daring, hingga pujian dari orang lain, semuanya memicu rasa nikmat yang cepat datang, tapi juga cepat pergi. Di sinilah kita sering salah paham: mengira kenikmatan (pleasure) sebagai kebahagiaan (happiness).
Padahal, keduanya berasal dari sumber yang berbeda dan berdampak berbeda pula terhadap batin kita. Pleasure adalah rasa senang sesaat, sementara happiness adalah rasa damai yang bertahan lama.
2. Pleasure: Kenikmatan yang Manis tapi Cepat Hilang
Pleasure tidak salah. Bahkan, ia bagian alami dari kehidupan manusia. Kita boleh menikmati secangkir kopi hangat di pagi hari, atau merasa bahagia ketika mendapat kabar baik. Namun, pleasure cenderung bergantung pada faktor luar dan berumur pendek.
Ketika sumber kenikmatan itu hilang, entah perhatian, pujian, atau sensasi tertentu, perasaan bahagia pun ikut memudar. Dari sinilah muncul ketagihan: keinginan untuk terus mengulang pengalaman yang sama agar sensasi “enak” itu kembali.
Pleasure memberi percikan kegembiraan, tapi tidak memberi kehangatan batin yang bertahan lama.
3. Happiness: Kedamaian yang Bertumbuh dari Dalam
Happiness berbeda. Ia tidak selalu hadir dalam momen yang menyenangkan, melainkan dalam keadaan yang penuh makna. Seseorang bisa merasa bahagia saat membantu orang lain, menjalani hidup dengan syukur, atau memaafkan kesalahan masa lalu.
Happiness tumbuh dari rasa syukur, makna hidup, dan hubungan yang tulus. Ia tidak butuh banyak hal untuk bertahan, karena sumbernya berasal dari dalam diri, bukan dari luar.
Filsuf Aristoteles menyebutnya sebagai eudaimonia, yakni kebahagiaan sejati yang muncul dari hidup dengan tujuan, kebajikan, dan kesadaran diri. Sementara itu, filsuf Epicurus juga mengingatkan bahwa kenikmatan sejati bukanlah pesta tanpa batas, melainkan hidup sederhana tanpa rasa takut.
4. Boleh Menikmati Pleasure, Tapi Jangan Kehilangan Tujuan
Kita tidak harus menolak pleasure. Justru, dalam kadar yang seimbang, pleasure bisa memperkaya pengalaman hidup. Tapi, jika hidup hanya dikejar demi pleasure, kita akan mudah kehilangan arah dan merasa kosong.
Yang penting adalah menjadikan happiness sebagai tujuan utama, dan pleasure sebagai bagian kecil dari perjalanan menuju ke sana.
Pleasure membuat kita menikmati hidup, Happiness membuat kita bersyukur atas hidup itu sendiri.
5. Cara Menumbuhkan Happiness di Tengah Dunia yang Penuh Pleasure
• Sadari sumber kebahagiaan sejati. Tanyakan pada diri sendiri: apa yang benar-benar membuat hidup ini berarti?
• Latih rasa syukur setiap hari. Kebahagiaan tidak datang dari hal baru, tapi dari melihat hal lama dengan cara baru.
• Bangun hubungan yang tulus. Relasi yang bermakna jauh lebih memberi kebahagiaan daripada pengakuan digital.
• Nikmati pleasure tanpa ketergantungan. Rasakan, syukuri, lalu lepaskan tanpa harus mengejarnya lagi.
6. Penutup
Pleasure adalah bunga yang indah di tepi jalan, wajar jika kita berhenti sejenak untuk menikmatinya. Namun, happiness adalah perjalanan panjang menuju rumah batin kita sendiri.
Kita boleh mencicipi kenikmatan, tapi jangan sampai kehilangan arah menuju kebahagiaan sejati. Sebab pada akhirnya, pleasure memudar seiring waktu, tetapi happiness membuat hidup tetap bercahaya, bahkan di tengah kegelapan.
⸻
Apakah kamu ingin saya tambahkan versi paragraf pembuka dan penutup yang lebih naratif-reflektif, misalnya agar cocok sebagai artikel renungan mingguan atau naskah podcast pendek? Itu bisa memperkaya nuansa emosional tanpa mengurangi kekuatan SEO-nya.
Reviewed by Admin Brinovmarinav
on
19.48
Rating:

Tidak ada komentar: