Kita sering mendengar seseorang berkata dengan semangat, “Saya sangat antusias menghadiri pertemuan ini!” Biasanya, kalimat itu menunjukkan betapa seseorang merasa tertarik, senang, atau bersemangat terhadap sesuatu yang akan dihadapi. Namun, jarang kita menyadari bahwa kata antusiasme menyimpan makna yang jauh lebih dalam daripada sekadar rasa senang.
Dalam bahasa Yunani kuno, enthousiasmos berarti “Tuhan ada di dalam dirimu.” Akar katanya, en-theos — en berarti “di dalam,” dan theos berarti “Tuhan.” Bagi orang Yunani, seseorang yang antusias adalah seseorang yang “dihidupi” oleh kekuatan ilahi. Ia bukan sekadar bersemangat karena hal-hal luar, tetapi karena ada sesuatu yang “menyala” dari dalam dirinya, sesuatu yang terasa lebih besar dari dirinya sendiri.
Menariknya, makna ini ternyata sangat relevan dengan kehidupan kita sekarang. Saat kita merasa benar-benar bersemangat terhadap sesuatu, misalnya ketika menghadiri sebuah pertemuan, menjalankan proyek, atau memperjuangkan hal yang kita cintai, mungkin yang sedang terjadi bukan sekadar dorongan psikologis. Bisa jadi, itu adalah bentuk “kehadiran” — semacam getaran rohani yang membuat kita merasa hidup sepenuhnya. Dalam momen itu, kita seperti menyentuh sesuatu yang lebih tinggi, lebih bermakna, lebih besar dari diri kita.
Namun, ada satu hal yang sering dilupakan: antusiasme tidak akan bertahan lama jika hanya dibiarkan dalam bentuk rasa. Ia harus diikuti oleh tindakan. Rasa semangat yang tidak diwujudkan hanya akan menjadi bara kecil yang padam perlahan. Tetapi ketika antusiasme disertai langkah nyata, ia menjadi api yang menyalakan arah hidup kita.
Karena itu, menjaga antusiasme berarti menjaga nyala batin agar tidak padam oleh rutinitas, rasa takut, atau keraguan. Banyak orang kehilangan makna hidup karena tanpa sadar membiarkan dirinya berjalan tanpa semangat, seolah semua sudah biasa dan tidak ada yang perlu diperjuangkan lagi. Padahal, antusiasme adalah tanda bahwa kita masih hidup secara penuh, bahwa jiwa kita belum menyerah kepada kebosanan.
Tokoh Perjanjian Baru, Paulus pernah menulis dalam Roma 12:11, “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.” Penjelasan ini menggambarkan dengan indah bagaimana antusiasme sejati seharusnya menjadi bagian dari kehidupan rohani: bukan semangat kosong, melainkan semangat yang menyala karena kita sedang menghidupi sesuatu yang bernilai dan bermakna.
Dalam konteks itu, antusiasme adalah wujud kerja sama antara ilahi dan manusia. Tuhan menyalakan api itu di dalam diri kita, api keinginan, rasa ingin tahu, kecintaan terhadap sesuatu, dan kita bertanggung jawab menjaga nyalanya dengan tindakan yang konkret. Antusiasme tanpa aksi akan layu, sementara aksi tanpa antusiasme akan kering.
Jadi, ketika kamu berkata, “Saya sangat antusias menghadiri pertemuan ini,” sebenarnya kamu sedang menyatakan sesuatu yang sangat dalam: bahwa ada bagian dari dirimu yang sedang menyala, bahwa sesuatu yang ilahi sedang bekerja di dalam dirimu, mendorongmu untuk bergerak, belajar, dan memberi makna pada hidup.
Jangan padamkan api itu. Biarkan ia menuntunmu untuk bertindak, mencipta, berbuat, dan menemukan diri sendiri di tengah perjalanan. Sebab mungkin, dalam antusiasme yang sederhana itulah — Tuhan sedang berbicara melalui getaran hidup yang kamu rasakan.

Tidak ada komentar: