Istilah thymos berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti “semangat” atau “jiwa yang bergelora.” Dalam pemikiran Plato, thymos adalah salah satu dari tiga bagian jiwa manusia selain logos (akal) dan epithymia (nafsu).
Kalau logos berpikir dan epithymia menginginkan, maka thymos merasa dan menuntut pengakuan.
Ia adalah sumber dari rasa bangga, marah, kehormatan, dan martabat.
Francis Fukuyama kemudian menghidupkan kembali konsep ini dalam bukunya Identity (2018). Menurutnya, thymos adalah dorongan batin manusia untuk diakui sebagai seseorang yang bernilai dan bermartabat.
Seluruh sejarah sosial, politik, bahkan perjuangan identitas manusia modern dapat dilihat sebagai ekspresi dari thymos yang menuntut pengakuan.
Tiga Bentuk Thymos Menurut Fukuyama
Fukuyama membagi thymos menjadi tiga bentuk:
1. Thymos – dorongan dasar untuk mendapatkan pengakuan akan nilai diri.
2. Isothymia – keinginan untuk diakui setara dengan orang lain. Ini adalah sumber semangat kesetaraan dan hak asasi manusia.
3. Megalothymia – keinginan untuk diakui lebih unggul dari yang lain. Dorongan ini mendorong lahirnya pemimpin besar, tetapi juga bisa melahirkan kesombongan dan tirani.
Ketiganya adalah bagian dari dinamika manusia yang alami.
Dalam keseimbangan, thymos menumbuhkan motivasi dan rasa percaya diri.
Namun bila tidak terkendali, ia bisa menjerumuskan seseorang ke dalam ambisi tanpa batas.
Thymos dan Kehidupan Modern
Dalam dunia modern, kebutuhan akan pengakuan muncul di banyak bentuk — mulai dari pencapaian karier, status sosial, hingga validasi digital di media sosial.
Namun paradoksnya, meski manusia semakin mudah mendapat perhatian, pengakuan sejati justru semakin langka.
Thymos mengingatkan kita bahwa perhatian bukanlah pengakuan, dan popularitas tidak selalu berarti nilai diri.
Pengakuan sejati lahir dari penghormatan terhadap integritas, bukan hanya citra luar.
Kesimpulan
Memahami thymos berarti memahami jiwa manusia yang terdalam.
Ia adalah energi yang membuat kita berjuang, ingin dihargai, dan menciptakan sesuatu yang berarti.
Namun, thymos hanya akan menumbuhkan kemanusiaan bila disertai kesadaran moral dan pengendalian diri.
“Pengakuan sejati bukan datang dari banyaknya orang yang melihat kita, melainkan dari kesadaran bahwa kita berharga meski tidak selalu terlihat.”

Tidak ada komentar: