Guru Honorer: Pahlawan dalam Ketidakpastian yang Terlupakan Sistem Pendidikan (3 Dari 3 Artikel untuk Hari Guru)

Ketidakpastian Sebagai “Status Resmi” yang Tidak Manusiawi
Sebagian guru honorer mengajar bukan hanya satu tahun atau dua tahun. Banyak yang bertahan belasan hingga puluhan tahun tanpa diangkat menjadi ASN. Mereka bekerja penuh waktu, mempersiapkan materi, memeriksa tugas, mengikuti pelatihan, bahkan mengisi kekosongan guru mapel penting—namun status mereka tetap “tenaga honorer” semata.
Status ini membuat mereka hidup dalam ketidakpastian: tidak ada jaminan akan diangkat, tidak ada perlindungan penuh dari negara, tidak ada kepastian gaji tetap, tidak ada jenjang karier yang jelas, tidak ada rasa aman ketika bertambah usia.
Ketidakpastian ini melelahkan secara emosional. Guru honorer harus tetap tersenyum di depan siswa, padahal masa depan mereka sendiri kabur.
Gaji yang Tidak Manusiawi
Banyak guru honorer menerima gaji jauh di bawah UMR. Bahkan ada yang menerima Rp 300.000–500.000 per bulan. Gaji itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar, apalagi untuk mendukung kualitas pengajaran.
Tidak sedikit guru honorer yang akhirnya: mengambil pekerjaan sampingan, mengajar privat sampai malam, menjadi ojek atau pedagang kecil, hidup dari belas kasihan kepala sekolah atau iuran sukarela.
Hal ini bukan hanya persoalan ekonomi, tetapi juga penghinaan terhadap profesi guru. Tidak ada profesi lain dalam sistem negara modern yang gajinya bisa serendah ini sementara bebannya begitu besar.
Tanggung Jawab Sama, Hak Berbeda
Ironisnya, tanggung jawab guru honorer sama dengan guru ASN: Mengajar sesuai kurikulum, menyusun administrasi pembelajaran, menjadi wali kelas, membimbing kegiatan ekstrakurikuler, menangani siswa bermasalah, mengikuti rapat, pelatihan, dan ujian. Perbedaan hanya satu: hak mereka jauh lebih kecil.
Ketika negara menuntut profesionalisme guru honorer, negara lupa memberikan profesionalisme dalam memperlakukan mereka.
Apa yang Terjadi Jika Guru Honorer Menghilang?
Inilah hal yang sering luput disadari: jika guru honorer berhenti bekerja, banyak sekolah akan lumpuh. Terutama di daerah yang kekurangan guru PNS, sekolah hampir sepenuhnya bergantung pada tenaga honorer untuk beroperasi. Artinya, guru honorer bukan sekadar “tambahan,” tetapi pilar yang menopang sebagian besar sekolah negeri.
Namun ironisnya, semakin besar kontribusi mereka, semakin kecil perhatian yang diberikan.
Kebijakan Setengah Hati yang Tidak Menyelesaikan Akar Masalah
Memang pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan rekrutmen, seperti PPPK. Namun prosesnya sering tidak merata. Ada guru honorer berprestasi yang gagal karena administratif, sementara yang lain diangkat tanpa pengalaman memadai.
Masalah berikutnya: meskipun sudah ada PPPK, tidak semua guru honorer tertampung. Ribuan tetap berada dalam status lama. Ini menunjukkan bahwa masalahnya bukan hanya soal rekrutmen, tetapi soal paradigma. Pendidikan selama ini belum benar-benar menempatkan guru sebagai prioritas di pusat kebijakan.
Guru Honorer Tetap Bertahan Karena Dedikasi
Yang membuat kisah guru honorer menyentuh adalah fakta bahwa mereka tetap bertahan. Mengapa?
Karena cinta pada profesi, karena ikatan emosional dengan siswa, karena perasaan panggilan moral, karena harapan suatu hari akan mendapat status layak.
Dedikasi ini luar biasa. Tetapi dedikasi tidak boleh dijadikan alasan untuk membiarkan mereka hidup dalam ketidakadilan.
Sudah Saatnya Negara Menjawab Jeritan Sunyi Ini
Jika negara benar-benar ingin memperbaiki kualitas pendidikan, maka langkah pertama adalah memperbaiki nasib guru honorer: gaji minimal setara UMR, proses pengangkatan yang transparan, kepastian status, jaminan sosial layak, pengurangan ketergantungan sekolah pada tenaga honorer, pengelolaan rekrutmen guru berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan.
Guru honorer bukan pahlawan yang harus terus berkorban tanpa imbalan. Mereka manusia yang layak hidup dengan martabat. Mereka tidak membutuhkan pujian, tetapi kebijakan yang berpihak.
Ketika guru honorer diperbaiki nasibnya, pendidikan Indonesia akan naik satu tingkat. Dan bangsa ini akan memberi penghormatan sejati, bukan sekadar kata-kata manis setiap Hari Guru.
Reviewed by Admin Brinovmarinav
on
11.08
Rating:
Tidak ada komentar: