<!-- SEO Blogger Start --> <meta content='text/html; charset=UTF-8' http-equiv='Content-Type'/> <meta content='blogger' name='generator'/> <link href='https://www.makkellar.com/favicon.ico' rel='icon' type='image/x-icon'/> <link href='https://www.makkellar.com/2025/08/data-bukan-sekadar-angka-jurang-narasi.html' rel='canonical'/> <link rel="alternate" type="application/atom+xml" title="Menjadi Perantara Menuju Jalan Sejahtera - Atom" href="https://www.makkellar.com/feeds/posts/default" /> <link rel="alternate" type="application/rss+xml" title="Menjadi Perantara Menuju Jalan Sejahtera - RSS" href="https://www.makkellar.com/feeds/posts/default?alt=rss" /> <link rel="service.post" type="application/atom+xml" title="Menjadi Perantara Menuju Jalan Sejahtera - Atom" href="https://www.blogger.com/feeds/2646944499045113697/posts/default" /> <link rel="alternate" type="application/atom+xml" title="Menjadi Perantara Menuju Jalan Sejahtera - Atom" href="https://www.makkellar.com/feeds/6288903225954365555/comments/default" /> <!--Can't find substitution for tag [blog.ieCssRetrofitLinks]--> <link href='https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1O2Pwas4m5fu1u7b-6kLkrhPEg0VJqmDs8IZuOpYUFSi_b-9nTQRgK1pTmYzqmSbAZOwJ0jNiewGiL_MVwtkJhGoc_K5rXpo3vPs3o4Bp_iEW8uJp1bawGNsafEP7dXzsyslmirVj4_TOstFX6fMqszsQXer1GEopP3oZDsZYPpOJcPMFImQjuxXW4P8/w346-h197/Statistik%20Seharusnya%20Jujur.jpg' rel='image_src'/> <meta content='Keakuratan data BPS dan klaim pertumbuhan ekonomi Indonesia kini dipertanyakan. Mengapa audit independen penting' name='description'/> <meta content='https://www.makkellar.com/2025/08/data-bukan-sekadar-angka-jurang-narasi.html' property='og:url'/> <meta content='Data Bukan Sekadar Angka: Jurang Narasi Pemerintah dan Realita Rakyat' property='og:title'/> <meta content='Keakuratan data BPS dan klaim pertumbuhan ekonomi Indonesia kini dipertanyakan. Mengapa audit independen penting' property='og:description'/> <meta content='https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1O2Pwas4m5fu1u7b-6kLkrhPEg0VJqmDs8IZuOpYUFSi_b-9nTQRgK1pTmYzqmSbAZOwJ0jNiewGiL_MVwtkJhGoc_K5rXpo3vPs3o4Bp_iEW8uJp1bawGNsafEP7dXzsyslmirVj4_TOstFX6fMqszsQXer1GEopP3oZDsZYPpOJcPMFImQjuxXW4P8/w1200-h630-p-k-no-nu/Statistik%20Seharusnya%20Jujur.jpg' property='og:image'/> <!-- Title --> <title> Bukan makelar tapi Menjadi peranta untuk kebaikan bersama Data Bukan Sekadar Angka: Jurang Narasi Pemerintah dan Realita Rakyat - Menjadi Perantara Menuju Jalan Sejahtera Data Bukan Sekadar Angka: Jurang Narasi Pemerintah dan Realita Rakyat - Menjadi Perantara Menuju Jalan Sejahtera

Data Bukan Sekadar Angka: Jurang Narasi Pemerintah dan Realita Rakyat

Ketika Data Pertumbuhan Ekonomi Dipertanyakan

Publik masih dikejutkan oleh langkah Center of Economic and Law Studies (CELIOS) yang menyurati Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Isinya cukup serius: meminta audit terhadap Badan Pusat Statistik (BPS) terkait klaim pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,12 persen pada kuartal II 2025.

Sekilas, angka ini mungkin terlihat wajar. Pertumbuhan sekitar 5 persen seolah menjadi “angka aman” yang sering kita dengar dari pemerintah. Namun, keberanian CELIOS membawa isu ini ke forum internasional menunjukkan adanya kegelisahan banyak pihak terhadap kredibilitas data nasional.

Data Adalah Kompas, Bukan Sekadar Angka

Bagi orang awam, selisih 0,1 atau 0,2 persen pertumbuhan ekonomi mungkin dianggap kecil. Namun, dalam dunia kebijakan, angka itu bisa menentukan miliaran hingga triliunan rupiah dalam alokasi APBN.

Jika pertumbuhan dianggap lebih tinggi dari kenyataan, pemerintah bisa menunda subsidi atau mengurangi bantuan. Sebaliknya, jika pertumbuhan lebih rendah, bisa lahir kebijakan panik seperti menambah utang atau stimulus.

Dengan kata lain, data ekonomi adalah kompas. Bila kompas melenceng, maka kapal bernama Indonesia bisa salah arah.

Antara Optimisme Pejabat dan Kegelisahan Rakyat

Setali tiga uang, sejumlah pejabat hingga Presiden Prabowo dalam pidatonya menyatakan bahwa ekonomi meningkat, kesejahteraan rakyat naik, bahkan hukum ditegakkan. Narasi ini memang membangun optimisme.

Namun faktanya, di lapangan, masyarakat justru merasakan sebaliknya. Harga pangan melonjak, akses pekerjaan belum merata, dan ketidakpastian hukum masih jadi kegelisahan. Tidak heran bila organisasi masyarakat sipil seperti ICW mengkritisi pidato presiden baru-baru ini.

Di sinilah terlihat jurang antara narasi pemerintah dan realitas rakyat. Rakyat hidup di level mikro: harga beras, ongkos sekolah, biaya kesehatan. Sementara pemerintah bicara di level makro: pertumbuhan PDB, inflasi terkendali, indeks kesejahteraan.

Ketika jarak antara angka resmi dan kenyataan harian terlalu lebar, rasa frustrasi pun tumbuh.

Kritik Masyarakat: Alarm Demokrasi yang Sehat

Kritik dari masyarakat sipil seharusnya tidak dianggap ancaman. Justru kritik adalah alarm demokrasi agar pemerintah tidak terjebak dalam pencitraan semata.

Sayangnya, jika kritik diabaikan, pemerintah bisa kehilangan kepekaan. Dan ketika pemerintah lebih sibuk memoles citra ketimbang bekerja menuntaskan masalah, risiko terbesar adalah hilangnya kepercayaan publik.

Kepercayaan publik bukan sekadar soal retorika, melainkan modal sosial yang menentukan legitimasi sebuah pemerintahan.

Media Sosial: Saluran Baru Suara Rakyat

Selain demonstrasi di jalan, kini rakyat banyak menyalurkan ketidakpuasan lewat media sosial. Suara di platform digital cepat menyebar, sulit dikendalikan, dan sering kali lebih jujur menggambarkan keresahan rakyat.

Ini artinya, pemerintah tidak bisa lagi hanya mengandalkan pidato resmi untuk membentuk persepsi. Dunia digital membuka ruang bagi rakyat untuk membandingkan, mengkritik, bahkan membongkar jurang antara klaim pejabat dan realitas sehari-hari.

Audit dan Transparansi Sebagai Jalan Keluar

Permintaan CELIOS agar PBB turun tangan mungkin tampak ekstrem, tetapi substansinya adalah mendorong transparansi. Audit independen bisa mengembalikan kepercayaan publik terhadap data BPS.

Audit bukan merendahkan lembaga nasional, justru memperkuatnya. Negara maju rutin membuka data mereka untuk evaluasi eksternal, karena sadar bahwa kepercayaan jauh lebih penting daripada angka indah dalam laporan resmi.

Hal yang sama berlaku bagi pidato pejabat. Optimisme perlu, tetapi harus diimbangi dengan pengakuan jujur atas masalah nyata. Pemerintah akan lebih dihargai bila berani menyampaikan tantangan yang ada, lalu memperlihatkan langkah konkrit untuk mengatasinya.

Penutup: Realitas Lebih Kuat dari Retorika

Pada akhirnya, keakuratan data dan narasi pemerintah bukan sekadar permainan angka atau kata-kata. Ia menyangkut kepercayaan publik dan arah kebijakan negara.

Jika data diragukan dan kritik rakyat diabaikan, maka jurang antara pemerintah dan masyarakat akan semakin lebar. Dan jurang itu berbahaya, karena tanpa kepercayaan, legitimasi pemerintahan akan rapuh.

Saya percaya, solusi ada di transparansi, audit independen, dan kesediaan pemerintah mendengar kritik rakyat. Sebab cepat atau lambat, realitas selalu lebih kuat daripada retorika. Dan rakyat berhak atas data yang jujur, kebijakan yang berpihak, serta pemimpin yang peka terhadap suara mereka.

Data Bukan Sekadar Angka: Jurang Narasi Pemerintah dan Realita Rakyat Data Bukan Sekadar Angka: Jurang Narasi Pemerintah dan Realita Rakyat Reviewed by Admin Brinovmarinav on 21.23 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.